Senin, 02 Januari 2012
Ini Dia Kadal Mesir
Akhirnya saya tidak mampu menahan hasrat untuk menulis lagi di rumah ini, rumah yang sudah lama tidak saya isi dengan hal baru. Kali ini saya hanya ingin berbagi hal yang sederhana, terus terang saya sedang pusing menghadapi gempuran ujian di kampus Al-Azhar, semoga catatan kecil ini bisa sedikit merilekskan fikiran saya yang tegang, termasuk pembaca sekalian.
Siapa yang tidak kenal dengan kadal Mesir. Jika ditilik dari sejarahnya, kadal Mesir terkenal dan digunakan sejak pada masa mbah-mbah fir’aun dulu, walaupun namanya sempat meredup kemudian karena ada hal baru yang bernama hagar gahannam yang khasiatnya hampir sama, sama-sama menguatkan, khusus untuk orang dewasa.
Berawal dari teman saya, sebut saja namanya Kucing. Ya, sudah lama dia dipanggil dengan sebutan ini, pertama karena dia sering bangun malem waktu di pesantren dulu lazimnya kucing-kucing yang suka kelayapan malam. Kedua orangya suka ikan. Dia penasaran sekali dengan adanya obat ini dan seperti apa kadal Mesir itu. Akhirnya saya dan kawan-kawan saya terinspirasi untuk mencarikannya.
Kalau ingin berburu hal-hal yang aneh, Khan Khalily tempatnya, ini adalah nama pasar tradisional Mesir yang sudah ada sejak dinasti Islam lalu, entah sudah berumur berapa ratus tahun. Saya bersama Erick dan Asif dengan mengendarai mobil suzuki kesayangan sehabis kerja mengambil kontainer langsung cabut hunting barang-barang yang layak untuk dikirim ke Indonesia.
Tidak ada yang istimewa, Cairo dari kemarin juga hanya seperti itu-itu saja. Jalan di Shalah Salim yang menghubungkan gedung-gedung utama Al-Azhar termasuk Al-Azhar park hingga di Masyikhah Al-Azhar, tempat berkumpulnya para grand Syeikh Al-Azhar selalu macet. Pemandangan indah selalu tampak dari menara kembar masjid yang dimiliki oleh militer dan hampir tiap malam selalu ada farah, pesta perkawinan.
Bila sudah sampai di depan rumah sakit Husein, rumah sakit yang berdampingan dengan kampus di mana saya belajar, susahnya sudah minta ampun. Di sini pasti banyak polisi lalu lintas yang berjaga karena kendaraan yang ‘tumplek blek’ dan kondisi pemukiman kuno yang padat. Paling sulit adalah mencari tempat parkir.
Disaat ramai, kawasan kampus al-Azhar tua ini tarif parkirnya bisa mencapai 10 pound, sama dengan 20 ribu sekali parkir, sekitar dua jam lah, tapi kalo agak sepi palingan kena 5 pound normalnya. Apalagi sistem parkirnya model pararel, jadi senggol-senggolan mobil dikit, entah dari samping atau belakang mobil sudah biasa, walaupun itu mobil mewah sejenis mer-c atau bmw.
Mulailah, setelah berhasil memarkir mobil kami berjalan menyusuri jalan setapak dari depan rumah sakit husein. Di situ ada banyak pohon yang rindang, tapi harap hati-hati karena di pohon itu banyak sarang burung dan penghuninya, kalo lagi dapat rejeki, bisa-bisa tahi burung akan tidak segan-segan jatuh dan mengenai badan, saya sudah beberapa kali kena korbannya.
Suasana malam di kawasan ini selalu hidup, banyak kafe pinggir jalan, kafe-kafe yang menawarkan syisha dengan teh hangat bercampur mentol, nongkrong di kafe seperti ini seakan masalah dunia pergi ke laut aja. Ada juga yang asyik ngobrol sambil main kartu domino, benar-benar Mesir betulan, tidak jauh beda dengan yang ada di film Ahmed Morgan yang diperankan oleh Adel Imam.
Memasuki kawasan Khan Khalily sudah ada banyak polisi khusus yang berjaga di depan. Khan Khalily berada persis di samping masjid Imam Husein, masjid yang konon dulu menjadi tempat pemakaman kepala dari cucu nabi yang dibantai oleh Yazid, anak dari Muawiyah bin Abi Sofyan. Setiap barang bawaan harus diperiksa, sudah beberapa kali tempat ini menjadi sasaran bom dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pasar Khan Khalily, kawasan ini benar-benar pasar arab, suasananya berbeda dengan pasar Indonesia. Bangunannya khas arab dan orangnya juga banyak yang ‘arab-atigenah’ hahaha. Untuk sejenis pasar tradisional arab yang orangnya ramah-ramah, selama saya menjelajahi Mesir, pasar terbaik terletak di kota Aswan, kota yang dulu menjadi tempat kerajaan fir’aun, di sana masih banyak orang yang jujur dan baik terhadap pembeli.
Mulailah saya bersama dua kawan saya melihat-lihat barang yang dijual termasuk melihat orang yang sedang melihatnya, ya, para turis-turis yang kebanyakan memang tidak jelek dan para gadis Mesir yang kebanyakan memang tidak ‘malehi’ untuk sekedar dipandang.
“malesi…malesi”, ah, saya paling malas dengan kata-kata ini, di mana-mana yang disebut “orang malaysia..malaysia”. Tapi sepertinya memang wajar, Malaysia mempunyai tempat lumayan istimewa di Mesir, banyak sekali apartemen-apartemen pribadi milik negara-negara bagian malaysia di negara ini, bahkan mereka memasuki Mesir bebas visa dengan jumlah mahasiswanya yang ada puluhan ribu dan tersebar di segala jurusan di Al-Azhar maupun kampus-kampus lain.
“‘indak dhob?”, “kamu punya kadal?”, ya udah to the point aja. Akhirnya kami tidak sabar untuk langsung bertanya di salah satu athor, toko kecil yang menjual sesuatu yang berbau alam. Ada apa saja di sini, mulai dari rumput fatimah, habba sauda’, obat-obatan tradisional yang konon itu yang menjadi rahasia awet cantiknya Cleopatra hingga kadal Mesir yang menjadikan Ramsis II memiliki istri dan dayang puluhan dengan anak ratusan. haha.
Rupanya orang Mesir juga punya malu. Untuk sesuatu yang berbau ‘kuat-kuat’ tidak ditaruh di laci depan sebagaimana obat-obat lain yang didisplay di segala penjuru toko. Saya dan kawan-kawan saya digiring ke dalam ruangan dan kadal Mesir itu disembunyikan di bawah barang-barang lain. Ah, ‘cemen’ juga orang Mesir kalo masalah ginian. hehe.
“Dhi manfa’atuhu eh?”, salah seorang teman saya berlagak goblok bertanya “ini manfaatnya apa?”, padahal seluruh dunia juga sudah tahu untuk apa kadal Mesir itu. Dengan senyum-senyum si orang Mesir itu menjelaskan sambil mengepalkan tangannya dan berkata “awi..awi..awi”, “kuat..kuat..kuat”, katanya. haha,,,akhirnya kami ya hanya senyum-senyum sendiri. Emang dasar, kami semua sayangnya masih lajang, jadi ya hanya untuk gaya-gayaan saja. :D
Selanjutnya saya dan kedua teman saya berjalan lagi untuk mencari beberapa oleh-oleh, kali ini yang dituju adalah kurma, sekedar obat untuk ngemil sambil jalan pulang nanti. Kami membeli sebungkus kurma. Saya buka dan langsung makan di tempat. Hmm, kok renyah sampai isinya juga renyah.
Awalnya saya menganggap bahwa kurma yang saya makan ini proses pembuatannya seperti sarden, duri-duri yang ada di dalam ikan di empukkan sehingga langsung bisa dimakan, seperti kurma yang saya makan ini, saya kira bijinya juga sudah tidak keras lagi.
Ternyata saya baru menyadari ketika saya pegang dan saya perhatikan, ehh..saya ketipu, itu bukan biji tapi kacang, kacang yang diselipkan di dalam kurma untuk menggantikan posisi biji. Makin kreatif saja orang arab ini, dalam hati saya berkata.
Karena ini adalah muqoddimah dari catatan saya untuk awal bulan Januari ini, maka saya tidak ingin berpanjang-panjang dulu. Temanya juga sederhana, ini tentang kadal Mesir. Yang masih penasaran dengan khasiat kadal Mesir, silahkan inbox saya saja. Siapa tahu ada yang minat bisnis dengan saya dalam bidang ini. Beneran, saya tunggu. hehe.
Salam Kompasiana
Bisyri Ichwan
sumber http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2011/01/07/ini-dia-kadal-mesir/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar