Selasa, 20 Desember 2011

Pertempuran Iwo Jima Invasi Amerika di tanah Jepang

Iwo Jima adalah pulau paling selatan dari kepulauan Ogasawara yang merupakan bagian dari Jepang. Iwo Jima memiliki peranan penting dalam invasi Sekutu ke dataran Jepang. Apabila Sekutu berhasil merebut Iwo Jima, maka Sekutu dapat membangun pangkalan militer disitu, untuk kemudian bisa membombardir dataran Jepang dengan leluasa.

Selain itu Iwo Jima juga penting bagi kepentingan strategis Jepang sendiri. Iwo Jima dapat dijadikan pangkalan udara bagi Jepang untuk mengintersep bomber jarak jauh B-29, dan dapat menjadi tempat bersandar bagi kapal2 perang Jepang. Tidak heran apabila kedua belah pihak benar2 menginginkan untuk menguasai Iwo Jima.

Lokasi Iwo Jima

Persiapan/Rencana Battle of Iwo Jima

Pihak Jepang/Defender

Persiapan di pihak Jepang dipimpin oleh Letnan Jenderal Tadamichi Kuribayashi yang pernah menetap di Amerika Serikat menjadi atase deputi militer disana. Kuribayashi mempersiapkan pertahanan yang bertentangan dengan doktrin militer Jepang, yaitu memerintahkan untuk menggali tanah dan membangun tunnel2 bawah tanah di dalam pulau Iwo Jima, ketimbang mempertahankan garis pantai seperti yang dilakukan Jerman saat Invasi Sekutu di Normandia (D-Day 6 June 1944). Selain itu penduduk sipil yang mendiami Iwo Jima terlebih dulu diungsikan ke mainland Jepang, untuk menghindari jatuhnya korban sipil.

Taktik Kuribayashi banyak ditentang oleh deputi2nya, Kuribayashi dibilang Jenderal pengecut yang tidak berani untuk menantang Sekutu secara langsung di pantai melainkan sembunyi2. Namun Kuribayashi tetap teguh menjalankan taktiknya, dia berpendapat bahwa taktik suicide attack Jepang yang membabi buta sudah kadaluarsa bila dibandingkan oleh moncong2 senapan dan meriam Sekutu, dan tidak akan ada hasilnya sama sekali. Tidak seperti awal2 perang dimana kebanyakan rifle saat itu masih didominasi oleh sistem bolt-action firing, sehingga suicide attack Jepang sangat efektif untuk menurunkan moral berperang musuh.

Akhirnya walaupun mendapat tentangan dari deputi2nya, pasukan Jepang tetap diperintahkan untuk menggali tanah dan membangun tunnel2 yang menghubungkan masing2 titik pertahanan pasukan Jepang di sepanjang pulau itu.

Sketsa yang dibuat oleh tentara Amerika tentang tunnel2 bawah tanah Iwo Jima


120mm canon’s nest Jepang setelah pertempuran

Kuribayashi memformulasikan taktik bertahannya yang bertentangan secara radikal dengan doktrin bertahan Jepang di awal perang yang kira2 sebagai berikut :

Untuk menjaga agar posisi mereka tidak diketahui oleh Amerika, meriam artileri Jepang harus tetap diam saat Amerika membombardir menjelang pendaratan. Tidak ada tembakan balasan yang ditujukan kepada Kapal perang Amerika
Saat mendarat di pantai2 Iwo Jima, jangan sampai pasukan Amerika mendapat perlawanan.
Begitu pasukan Amerika telah bergerak sejauh 500 m ke daratan, mereka harus diberondong oleh tembakan senjata otomatis yang berada di areal lapangan terbang Motoyama di utara, dan juga senjata otomatis dan artileri yang berada di dataran tinggi Gunung Suribachi di selatan.
Setelah mengakibatkan kerusakan dan korban yang semaksimal mungkin pada pasukan Amerika, artileri harus dipindahkan ke utara dari dataran tinggi dekat lapangan terbang Chidori.

Doktrin Kuribayashi :

We shall defend this island to the limit of our strength.
We shall take bombs and throw ourselves under the tanks to destroy them.
We shall infiltrate enemy’s lines and exterminate them.
We shall shoot at each one deadly shot.
We shall never be killed before killing ten enemy soldiers.
We shall harass the enemy with guerilla actions until the last of us.

Pihak Amerika (Sekutu)/Invader

Rencana pendaratan Amerika

Rencana serangan Amerika sangat standar dan simpel. 4th dan 5th Marine Division mendarat di pantai sebelah tenggara pulau dan fokus untuk merebut dan mengamankan Gunung Suribachi, lapangan terbang sebelah selatan dan pantai barat dari pulau. Setelah terpenuhi, pasukan tersebut dengan didukung oleh divisi 3rd Marine Division, bergerak dan maju ke sebelah timur laut dari pulau.

Dalam persiapan invasi, pesawat bomber B-24 yang beroperasi di kepulauan Mariana membom Iwo Jima selama 74 hari. Namun, menurut intelijen Amerika bombardir ini tidak begitu memberikan efek yang berarti dan posisi pasukan bertahan Jepang menjadi semakin kuat. Secara berlawanan US Navy hanya mempersiapkan 3 hari pemboman, dan tidak 10 hari seperti yang diminta oleh Marines. Navy berargumen bahwa mereka harus menghemat amunisi untuk invasi di Okinawa, di saat Marines menuduh Navy telah mengirimkan grup tempur 58 untuk membom Jepang untuk mengalihkan perhatian dari misi pemboman B-29nya US Army di Jepang.

The Battle/The Invasion

USS New York menembakkan kanon kaliber 14″nya ke Iwo Jima sebelum invasi, 16 February 1945


US Marines mendarat di Iwo Jima

Kira2 pukul 02.00 pagi waktu setempat, kapal2 perang Amerika memberi tanda dimulainya invasi di Iwo Jima. Kapal2 Amerika menggunakan semua persenjataan mereka yang ada untuk menggempur dan membombardir Iwo Jima, dari meriam utama, artileri anti serangan udara, dan roket2 yang baru di kembangkan. Setelah itu 100 pesawat pembom menyerang Iwo Jima, lalu diikuti lagi oleh tembakan volley dari meriam2 kapal2 perang.

Walaupun dibombardir sedemikian rupa, ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap sistem pertahanan yang telah dibangun oleh pasukan Jepang. Karena kebanyakan posisi pasukan Jepang telah terlindung sedemikan rupa dari pemboman yang telah diprediksi sebelumnya. Banyak pasukan Jepang yang berlindung di dalam Gunung Suribachi itu sendiri, dan artileri berat Jepang terlindung dibalik pintu2 baja tebal di dalam ruangan besar yang dibangun di dalam Gunung Suribachi.

Pukul 08.59, semenit lebih awal dari waktu yang direncanakan, gelombang pertama berisikan 30rb personil dari 3rd,4th,dan 5th Marine Division mendarat di pantai Iwo Jima. Seperti yang sudah direncanakan oleh Kuribayashi, pasukan Amerika sama sekali tidak mendapat perlawanan, sampai pantai penuh oleh pasukan Amerika dan perlengkapan2. Banyak Marines dalam gelombang pertama yang mendarat di Iwo Jima menduga2, bahwa bombardir yang dilakukan oleh kapal2 perang dan pesawat2 pembom, telah membunuh semua pasukan Jepang yang mempertahankan Iwo Jima.

Begitu pasukan Amerika mencapai garis pertahanan pertama yang berisi bunker2 yang dilindungi oleh senapan mesin, mereka langsung diberondong secara membabi buta oleh pasukan Jepang. Gelombang pertama American Marines kehilangan pasukan yang cukup banyak oleh senapan mesin. Selain itu Marines juga diberondong dari arah Gunung Suribachi di selatan.

Sulit untuk bermanuver bagi Marines, karena permukaan pulau terdiri dari abu gunung berapi yang susah untuk dijadikan tumpuan berjalan, apalagi untuk membuat lubang perlindungan. Walaupun begitu abu2 tersebut sedikit melindungi dari pecahan2 selongsong artileri yang ditembakkan oleh meriam. Meriam artileri yang berada di Gunung Suribachi dilindungi oleh pintu2 baja tebal, yang akan dibuka hanya untuk menembak saja, setelah itu pintu2 tersebut ditutup lagi. Ini membuat pasukan Amerika susah untuk menghancurkan sepucuk meriam artileri Jepang.

Yang membuat situasi menjadi tambah sulit bagi pasukan Amerika, adalah bunker2 tersebut saling terkoneksi melalui tunnel2, sehingga apabila satu bunker telah di “bersih”kan dan dianggap aman, tidak lama kemudian pasukan Jepang kembali menyerang dari arah bunker tersebut. Akhirnya setelah kendaraan lapis baja telah mendarat dipantai, pasukan Marines tersebut dapat bergerak maju meninggalkan pantai, dan akhirnya pada petang hari dapat mengepung Gunung Suribachi.

Pada malam harinya Marines sudah memprediksi akan adanya banzai attack dari pasukan Jepang, seperti yang sudah dilakukan di peperangan sebelumnya, sehingga mayoritas jumlah pasukan Jepang akan terbunuh dan kekuatan Jepang dapat dikurangi secara signifikan. Namun sesuai dengan perintah Letnan Jenderal Kuribayashi, banzai attack sangat dilarang karena tidak berguna sama sekali.

Peperangan berlangsung dengan sangat buas, pergerakan pasukan Amerika tertahan titik2 pertahanan Jepang yang dijaga oleh artileri, dan disergap oleh pasukan Jepang yang keluar dari lubang secara tiba2. American Marines menyadari bahwa senapan, dan persenjataan standar tidak efektif untuk melawan pasukan Jepang. Karena itu mereka menggunakan flamethrower dan granat untuk membersihkan tunnel dan memaksa pasukan Jepang untuk keluar. Sebuah inovasi teknologi diterapkan pada delapan buah tank Sherman M4A3R3 yang dilengkapi dengan Navy Mark I flamethrower (“Ronson” or Zippo Tanks) yang secara efektif membersihkan posisi bertahan pasukan Jepang.

Setelah kehabisan air, makanan, dan suplai, pasukan Jepang makin putus asa pada akhir peperangan. Kuribayashi yang tidak pernah setuju akan banzai attack di awal perang, menyadari bahwa kekalahan Jepang hanya tinggal menunggu waktu. Disaat2 akhir itu lah Marines mulai sering mendapat serangan banzai pasukan Jepang yang putus asa diwaktu malam hari. Mereka juga sering terlibat duel tangan kosong dengan pasukan Jepang.

Letnan Jenderal Tadamichi Kuribayashi

Sampai sekarang tidak diketahui bagaimana nasib Letnan Jenderal Tadamichi Kuribayashi, beberapa kesaksian menyebutkan dia memimpin langsung penyerbuan terakhir, dimana tidak seperti banzai attack biasanya yang disertai dengan teriakan, banzai attack ini dilakukan dengan diam2. Apabila benar Kuribayashi memimpin penyerbuan ini, dia menjadi perwira Jepang berpangkat tertinggi yang memimpin penyerbuan secara langsung saat PD II. Dia juga menjadi komandan perang Jepang pertama yang terbunuh di peperangan, dan bukan karena bunuh diri, seperti yang terjadi di peperangan yang lain.

Raising The Flag

Ada sebuah foto dokumentasi yang sangat terkenal yang diberi judul Raising the Flags on Iwo Jima yang menggambarkan lima orang US Marines mengibarkan bendera Amerika di puncak Gunung Suribachi. Author foto tersebut adalah Joe Rosenthal yang mengambil foto tersebut tanggal 23 February 1945.

Raising the Flags on Iwo Jima

Foto ini sudah di repoduksi ribuan kali dalam berbagai publikasi. Kemudian, foto tersebut menjadi satu2nya fotografi yang memenangkan Pulitzer Prize for Photography pada tahun yang sama dengan publikasinya.

Walaupun bendera Amerika sudah dikibarkan, pasukan Amerika belum menguasai Iwo Jima karena masih banyak pasukan Jepang yang berlindung di tunnel bawah tanah. Kabar yang beredar secara populer di masyarakat dunia adalah bahwa pasukan Amerika berjuang sampai kepuncak dan mengibarkan bendera, namun kenyataan yang terjadi adalah sangat sedikit pasukan Jepang yang menghambat, kebanyakan dari mereka tetap berdiam diri di dalam tunnel. Sehingga pasukan Amerika bisa dengan leluasa mendaki Gunung Suribachi dan mengibarkan bendera.

Aftermath

Dari 22,786 prajurit Jepang yang bertahan di pulau, 21,703 orang terbunuh baik karena pertempuran maupun ritual bunuh diri. Hanya 1,083 yang tertangkap. Korban di pihak Sekutu mencapai 27,909 orang, dengan 6,825 terbunuh dalam perang. Jumlah kerugian Amerika lebih besar dari total kerugian sekutu saat D-Day (diperkirakan 10,000, dengan 125,847 orang Amerika saat seluruh Operasi Overlord).

Saat Iwo Jima dinyatakan aman, Marines memperkitakan tidak lebih dari 300 prajurit Jepang masih hidup didalam gua dan tunnel2. Jumlah sesungguhnya mendekati 3000. Kode kehormatan samurai Jepang, dan propaganda dari pemerintah Jepang yang menggambarkan pasukan Amerika seperti binatang, membuat pasukan Jepang mengurungkan niatnya untuk menyerah. Mereka yang tidak berani bunuh diri bersembunyi dalam gua saat siang hari dan keluar pada malam hari untuk mencuri perbekalan. Beberapa akhirnya menyerah dan terkejut kala pasukan Amerika sering menerima mereka dengan ramah tamah, menawarkan minuman, rokok, atau kopi. Prajurit Jepang terakhir yang mendiami tunnel2 Iwo Jima (Yamakage Kufuku dan Matsudo Linsoki), bertahan 6 tahun tanpa tertangkap dan akhirnya menyerah pada tahun 1951 (sumber lain menyebutkan tanggal menyerah 6 January 1949).

Dikutip dari wikipedia…, dan based on movie “Letters from Iwo Jima”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar